PETI Merusak Lingkungan dan Alam, Dilema Antara Perut Dan Hukum Di Kalbar.

Foto : ketua Litbang YLBH GAN-LMRRI Kalimantan Barat dan beberapa titik lokasi PETI/pertambangan ilegal di Kalimantan barat.
Sintang, Kalbar. – lnfokalbarnews.com Ketua Litbang YLBH GAN-LMRRI Kalimantan barat Bambang Iswanto,A.Md mengungkapkan,”terkait PETI atau Pertambangan ilegal yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, gangguan sosial, serta merugikan keuangan negara.
“PETI atau Pambang ilegal mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap negara maupun terhadap masyarakat sekitar. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK, untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,” ujar Bambang pada media,Jum’at (23/6/2023).
“Dia memaparkan, dampak sosial pertambangan ilegal atau PETI antara lain dapat memicu terjadinya konflik sosial di masyarakat. Aktivitas PETI tambang ilegal kerap menimbulkan gangguan keamanan di masyarakat, gangguan kesehatan akibat paparan bahan kimia, kerusakan lingkungan dan Alam.” Ungkapannya.
Sementara pada aspek lingkungan dan Alam, PETI atau Pertambangan ilegal berpotensi menimbulkan dampak kerusakan karena tidak ada mekanisme reklamasi dan pengelolaan limbah.
“Pada umumnya lahan bekas PETI/tambang ilegal dengan metode tambang terbuka yang sudah tidak beroperasi meninggalkan void dan genangan air sehingga lahan tersebut tidak dapat lagi dimanfaatkan dengan baik. Seluruh kegiatan PETI/tambang ilegal tidak memiliki fasilitas pengolahan air asam tambang, sehingga genangan-genangan air serta air yang mengalir di sekitar lokasi PETI/Tambang Ilegal tersebut bersifat asam,” ujar Bambang.
PETI atau Pertambangan ilegal, lanjut dia, juga tidak memberi kontribusi bagi ekonomi dan keuangan negara. “Karena kan mereka enggak bayar PNBP atau pajak. Belum lagi soal kesenjangan ekonomi, itu juga jadi persoalan,” lanjutnya.
Dalan kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Ombudsman, potensi kerugian negara akibat praktik pertambangan ilegal ditaksir mencapai puluhan triliun per tahun.
“Sudah jelas potensi hilangnya penerimaan negara dari aktivitas pertambangan emas ilegal mencapai Rp 38 triliun per tahun. Sementara pertambangan non-emas sekitar Rp 315 miliar per tahun,” kata Bambang.
Praktik pertambangan ilegal tersebut melanggar undang-undang nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 disebutkan, orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000 (Seratus miliar).
Sanksi tersebut juga berlaku untuk setiap orang yang memiliki IUP (lzin Usah Pertambangan) pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160. ( Risky.WR )